BSN Ajak UMKM Sulsel Buat Olahan Pangan yang Aman
Untuk meningkatkan daya saing dan keamanan produk olahan pangan UMKM di Sulawesi Selatan, Kantor Layanan Teknis (KLT) BSN Makassar memberikan Bimbingan Teknis penerapan standar dan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) kepada UMKM Inkubator Bisnis, Rabu, (28/2/2018) di Makassar. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui Kantor Layanan Teknis BSN Makassar dengan Balai Besar Industri Pertanian (BBIHP) Makassar. Acara ini dan dihadiri oleh 30 orang peserta UMKM olahan pangan dari Sulawesi Selatan dengan Narasumber Teguh Budiono, Lyonni Evelin dari KLT BSN Makassar dan Ransi Pasae dari Lembaga Sertifikasi Produk BBIHP. Acara ini dibuka oleh Kabag. Tata Usaha, Yulis, mewakili Kepala BBIHP Makassar.
Keamanan pangan adalah hak konsumen yang harus dapat dipenuhi oleh produsen pangan olahan, hal ini disampaikan Teguh Budiono, Kepala KLT BSN Makassar. Undang-Undang No. 18 th. 2012 tentang Pangan, mewajibkan semua pelaku usaha pangan wajib untuk menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan. Dalam Undang-Undang tersebut dipersyaratkan pula setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada pangan. Pelaku usaha harus bisa mengendalikan mulai dari bahan, peralatan, sarana produksi, maupun pekerja untuk menjamin keamanan pangannya. “Ada nyawa orang lain yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha pangan olahan†jelas Teguh.
Lebih lanjut Teguh menyampaikan bahwa keamanan pangan bukan sesuatu yang dapat ditawar. Peraturan atau pedoman cara berproduksi pangan ini bertujuan agar pelaku usaha pangan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi sesuai dengan tuntutan konsumen. Oleh karena itu Teguh mengajak pelaku usaha untuk menerapkan Cara Pengolahan Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
Dalam penerapan CPPOB, pelaku usaha harus memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi keamanan pangan. Mulai dari lokasi dan lingkungan produksi yang jauh dari sumber kotoran atau limbah dengan bangunan dan fasilitas yang juga harus bersih. Aspek air atau saranan penyediaanya juga menjadi perhatian. Pelaku usaha juga harus mengendalikan hama seperti tikus dan serangga yang akan membawa bakteri berbahaya. Fasilitas dan kegiatan hieginis serta sanitasi juga tidak luput dari perhatian. “Biasakan setiap pelaku usaha untuk selalu rajin mencuci tangannya ketika selesai dari kegiatan sanitasi†ujar Teguh. Semua itu akan lengkap jika pelaku usaha juga mengendalikan proses produksi dengan baik dan menjaga selalu kebersihan tempat dan sarana produksi.
Sementara itu, Lyonni Evelin, Technical Staff, Kantor Layanan Teknis BSN Makassar menyampaikan pentingnya penerapan SNI Produk bagi pelaku usaha UMKM. Lyonni menjelaskan penerapan SNI memberikan manfaat yang sangat penting, yaitu sebagai satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.
Lyonni juga menjelaskan salah satu tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menjaring UKM yang memiliki potensi untuk mendapatkan insetif yang diberikan oleh BSN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 20 Tahun 2014, BSN memiliki tugas untuk melakukan pembinaan pelaku usaha dan masyarakat. BSN akan memberikan fasilitas insentif kepada UKM di Sulawesi Selatan untuk penerapan SNI. Insetif yang akan diberikan kepada UKM ada beberapa kegiatan yaitu: pengenalan SNI, pembuatan dokumen dan analisa gap dan perbaikan proses produksi, sosialisasi internal, audit internal hingga memfasilitasi pengajuan sertifikasi SNI serta biaya survailen sebanyak dua kali.
Diakhir pertemuan, Ransi Pasae menjelaskan bagaimana proses untuk mendapatkan Sertifikasi Pengujian Produk Tanda (SPPT) SNI yang harus dilalui oleh pelaku usaha, mulai dari legalitas usaha hingga sarana dan prasarana proses produksi. Sertifikasi SNI merupakan bukti penilaian suatu produk, proses atau jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga yang berkompeten berdasarkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Proses pembuktian harus dilakukan dengan cara ilmiah melalui berbagai pengujian, pengukuran dan penilaian. Oleh karena itu, hasil dari sertifikasi tersebut menjadi bukti jaminan kepercayaan bagi semua pihak baik produsen maupun konsumen yang saling berkepentingan dalam bertransaksi. Sertifikat Tanda SNI merupakan bukti kesesuaian mutu produk terhadap sebuah standar yang menjadi acuannya. (4d9)